Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga". Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".[1]Dr. Lucien Adam mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda
Masa jabatan 17 Agustus 1945–1 Oktober 1988 | |
Presiden | Soekarno Soeharto |
Pendahulu | Tidak ada, jabatan baru |
Pengganti | Paku Alam VIII (Pejabat Gubernur) |
Masa jabatan 18 Maret 1940–1 Oktober 1988 | |
Pendahulu | Hamengkubuwana VIII |
Pengganti | Hamengkubuwana X |
Lahir | 12 April 1912![]() |
Meninggal | 2 Oktober 1988 (umur 76)![]() |
Kebangsaan | ![]() |
Partai politik | Non partai |
Anak | Adipati Anum, dll |
Agama | Islam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar